Para Menteri Kelautan beserta pejabat terkait yang mewakili 21 negara Asia Pasifik menyepakati Blue Economy sebagai
fokus utama kerjasama kemitraan antar negara anggota APEC. Hal itu
tertuang dalam Deklarasi Xianmen yang disahkan pada Pertemuan Tingkat
Menteri Kelautan APEC Keempat (The 4th APEC Ocean-related Ministerial
Meeting/AOMM4) di Xiamen, Tiongkok (28/8). Para menteri kelautan terkait
yang hadir merasa terpanggil untuk membentuk kemitraan yang lebih
terintegrasi, berkelanjutan, inklusif dan saling menguntungkan melalui
kerjasama kelautan. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo yang memimpin delegasi RI dalam pertemuan tersebut.
Adapun tiga bidang kerjasama lainnya yang menjadi prioritas
yakni pertama, konservasi ekosistem laut dan pesisir serta ketahanan
terhadap bencana alam. Kedua, peran laut terhadap keamanan pangan dan
perdagangan yang berhubungan dengan pangan, serta ketiga adalah terkait
ilmu kelautan, teknologi dan inovasi. “Kesepakatan dalam Deklarasi
Xianmen ini akan dijalankan dengan menerapkan komitmen sebelumnya, dan
berfokus pada upaya kolaborasi dan tindakan terpadu”, ujar Sharif.
Menurut Sharif, setiap negara anggota sepakat bahwa terdapat hubungan potensial antara Blue Economy, pembangunan
berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi secara khusus. Blue Economy juga
memiliki kaitan yang sangat erat dengan upaya konservasi laut dan
pesisir, pengembangan inovatif, serta reformasi dan pertumbuhan ekonomi
yang merupakan tiga prioritas APEC 2014. “Oleh karena itu, kami
menyerukan kerjasama Blue Economy di kawasan Asia-Pasifik dan
menegaskan kembali dukungan kuat kami untuk mengambil tindakan dalam
mempromosikan konektivitas dan komunikasi di antara anggota APEC untuk
memfasilitasi arus barang, jasa, perdagangan dan investasi”, jelas
Sharif.
Selanjutnya melalui kesepakatan tersebut setiap anggota
APEC didorong untuk meningkatkan kebijakan dan dukungan kelembagaan
dalam pengelolaan berbasis ekosistem, pemanfaatan insentif ekonomi dan
instrumen berbasis pasar yang sesuai untuk menciptakan efisiensi dan
memaksimalkan hasil ekonomi yang berkelanjutan. “Pengembangan Blue Economy membutuhkan
pemahaman yang baik tentang kelautan dan peningkatan kemampuan
teknologi untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya kelautan
melalui inovasi”, tambah Sharif.
Dalam pengembangan dan kerjasama Blue Economy,
keterlibatan sektor swasta yang sesuai dengan pandangan dan prioritas
APEC dinilai sangat penting. Anggota APEC didorong untuk menggali
masukan dari sektor swasta termasuk usaha kecil dan menengah, seperti
melalui dialog kebijakan dan kemitraan swasta publik. Selain itu, yang
menjadi point penting yang diatur dalam kesepakatan adalah mendorong
anggota APEC untuk mengembangkan kegiatan ekonomi kelautan yang ramah
lingkungan. “Blue Economy dipilih sebagai pendekatan untuk
pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan, seperti energi laut
terbarukan dan inovasi perikanan budidaya yang berkelanjutan”, tandas
Sharif.
Blue Economy di Indonesia
Indonesia telah membentuk suatu kebijakan pengelolaan laut
dengan berpedoman pada prinsip pembangunan berkelanjutan yang disebut Blue Economy. Blue Economy menekankan pentingnya pengelolaan laut berkelanjutan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi kemakmuran masyarakat. “Blue Economy telah
mendorong tumbuh dan berkembangnya industri baru yang berbasiskan laut
seperti pembangkit listrik tenaga angin dan ombak, penambangan minyak
dan gas laut dalam dan dasar laut, perikanan budidaya laut, dan marine biotechnology”, ungkap Sharif.
Implementasi Blue Economy di Indonesia meliputi promosi Good Ocean Governance, pengembangan wilayah Blue Economy, dan model investasi Blue Economy menuju
pengunaan sumber daya alam yang lebih efisien. “Sebagai contoh
kebijakan Blue Economy yang telah berhasil diimplementasikan di
Indonesia adalah pengembangan wilayah Blue Economy di Pulau Lombok dan Nusa Penida, bekerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO)”, kata Sharif.
Sharif juga menyerukan untuk terus menguatkan komitmen
bersama dan kerja sama internasional dalam mengembangkan Blue Economy
serta penyusunan panduan dan rencana aksi regional pengembangan
Sustainable Ocean Governance. “Pengalaman menyatakan hanya melalui kerja
sama yang erat, sumber daya laut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
di kawasan, khususnya melalui investasi dan perdagangan, inovasi
teknologi, dan kerja sama antar UKM”, ujar Sharif.
Sebelumnya pertemuan tingkat menteri ini didahului oleh Blue Economy Forum pada tanggal 25 Agustus 2014 dan pertemuan Senior Officials pada
tanggal 27 Agustus 2014. Selain menghadiri pertemuan tersebut, Sharif
berkesempatan untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Administrator State Oceanic Administration,
Mr. Liu Cigui. Kedua belah pihak membahas mengenai kerja sama bidang
kelautan dan perikanan, termasuk rencana perpanjangan MoU Kerja Sama
Kelautan RI-RRT (sumber:kkp.go.id).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar